LINTASPOST.ID, GORONTALO –
Nelayan di Bone Bolango Merasa Ditipu dan Diperas oleh Oknum Pengacara
Bone Bolango, LINTASPOST.ID – Seorang nelayan asal Bone Bolango, Hamidun Piyo (54), mengaku telah menjadi korban dugaan penipuan dan pemerasan oleh seorang oknum pengacara yang juga berprofesi sebagai dosen di salah satu universitas di Gorontalo.
Hamidun menyebutkan bahwa awal mula perkenalannya dengan pengacara tersebut terjadi melalui anaknya, yang merupakan mahasiswi di kampus tempat oknum itu mengajar. Pada 30 Oktober 2024, Hamidun bertemu dengan pengacara tersebut di sebuah kedai kopi di Gorontalo untuk membahas kasus percobaan pembunuhan yang dialaminya dan telah dilaporkan ke Polsek Bone Raya. Dua hari setelahnya, Hamidun memberikan surat kuasa kepada pengacara tersebut untuk menangani kasus itu dengan kesepakatan biaya sebesar Rp10 juta hingga perkara selesai di pengadilan.
Namun, masalah mulai muncul ketika pengacara itu mengetahui adanya tiga kasus lain yang melibatkan keluarga Hamidun, yaitu kasus penganiayaan terhadap inisial IK, sengketa lahan atas nama KH, dan permasalahan sertifikat rumah atas nama NB. Masing-masing kasus dikenakan biaya tambahan oleh pengacara: Rp5 juta untuk kasus penganiayaan, Rp10 juta untuk sengketa lahan, dan Rp10 juta untuk sertifikat rumah. Hamidun menyebut bahwa pengacara tersebut memaksa untuk menangani semua kasus itu, meskipun ia hanya berharap pengacara fokus pada kasus percobaan pembunuhan.
Seiring berjalannya waktu, Hamidun merasa pengacara itu tidak menepati kesepakatan awal. Ia mengaku terus dimintai uang dengan total hingga Rp24 juta, meskipun pembayaran seharusnya dilakukan setelah perkara selesai di pengadilan. “Yang seharusnya saya bayar setelah putusan pengadilan, nyatanya saya dimintai uang terus-menerus secara paksa,” ungkap Hamidun.
Hamidun mengungkapkan bahwa uang tersebut diminta secara bertahap, mulai dari Rp2 juta sebagai tanda jadi hingga sejumlah permintaan lainnya untuk berbagai alasan, termasuk pembayaran ahli pidana yang tidak transparan. “Saya mendapat informasi bahwa ahli pidana hanya dibayar Rp1 juta, tetapi pengacara meminta Rp3,2 juta,” jelasnya.
Puncak kekecewaan terjadi ketika empat kasus yang dipercayakan kepada pengacara tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Pada 8 Januari 2025, Hamidun memutuskan untuk mencabut surat kuasa dari pengacara tersebut. Ia kini merasa kehilangan segalanya, termasuk motor milik istrinya yang terpaksa digadaikan untuk memenuhi permintaan uang dari pengacara.
“Saya merasa ditipu. Uang yang saya berikan tidak sesuai perjanjian, dan kasus-kasus yang dipercayakan kepada pengacara itu tidak ada kejelasan,” kata Hamidun. Ia berharap pengacara tersebut mengembalikan uang yang telah diberikan.
Sampai berita ini diterbitkan, awak media masih berupaya melakukan konfirmasi.